karya santri "hikmah santri istiqomah"
HIKMAH SANTRI ISTIQOMAH
Berawal dari hal kecil bisa menjadi hal besar kemudian
hari. Berawal dari sebuah ketulusan bisa menjadi keajaiban kemudian hari.
Berawal dari hal-hal besar itulah keajaiban dapat mengubah diriku hingga
menjadi saat ini.
Semua berawal dari hal-hal kecil yang mungkin tidak
akan terpikirkan oleh orang lain.
…………………………………………………………………………………………………………………..
Saat ini kita telah merdeka
Mari teruskan perjuangan ulama
Berperan aktif dengan dasar Pancasila
Nusantara tanggung jawab kita…
Mari teruskan perjuangan ulama
Berperan aktif dengan dasar Pancasila
Nusantara tanggung jawab kita…
*Reff*
Hari Santri 3x
Hari Santri bukti cinta pada negeri
Ridho dan rahmat dari Ilahi
NKRI Harga Mati…
Hari Santri 3x
Hari Santri bukti cinta pada negeri
Ridho dan rahmat dari Ilahi
NKRI Harga Mati…
Ayo Santri 3x
Ayo ngaji dan patuh pada Kiai
Jayalah bangsa, jaya negara
Jayalah pesantren kita…
Ayo ngaji dan patuh pada Kiai
Jayalah bangsa, jaya negara
Jayalah pesantren kita…
Lagu
yang tepat pada tanggal 22 September dikumandangkan hampir di seluruh pondok
pesantren. Tidak terkecuali Pondok Pesantren DARUL QURAN. Pondok yang baru
berdiri di tahun keenam ini juga sedang merayakan hari santri. Sama dengan
pondok pesantren yang lebih senior dari padanya.
Tepat di
hari itu juga ratusan santri telah berbaris rapi di lapangan pondok pesantren.
Bersiap untuk melakukan upacara dalam rangka memperingati hari santri. Beberapa
asatiz maupun asatizah sudah berbaris rapi di ujung kanan
lapangan.
Barisan
belakang kelas XII dijaga oleh seorang ustazah yang paling kiler, yang
terkenal dengan keseriusannya dalam segala hal. Khususnya hal kedisiplinan.
Sementara kelas lainnya hanya dijaga oleh tim poskestren agar upacara bisa
khidmat.
“upacara
hari hari senin tanggal 22 Oktober 2018 dalam rangka memperingati hari santri
siap dimulai.” Protocol membacakan susunan upacara yang menandakan upacara
dimulai. Upacara dimuli, semua santri mengikuti upacara dengan hidmat sampai
selesainya upacara.
“hufffttt
……capek banget.” Ucapku mengibaskan tangan ke wajah. Namaku Feli Naziha Anida.
Nama Feli diambil dari gabungan nama kedua orangtuaku, Fendi dan Eli. Sementara
Naziha yang berarti jujur dan Anida artinya teguh pendirian itu dari ayahku.
Mungkin orang tuaku berharap agar aku, putri Bapak Fendi dan Ibu Loli dapat
menjadi anak yang jujur dan berpendirian teguh. Karena nama adalah doa.
“ habis
ini kita ngapain ya?” Tanya Saudi, temanku yang cukup dekat denganku. Aku
bersama teman-temanku berkumpul di kelas setelah melakukan upacara yang
melelahkan.
“gak
tau, disuruh tidur mungkin.” Jawab Wardah sembarang. Sontak Zoya memukul lengan
Wardah dengan botol yang tinggal setengah isinya.
Wardah
yang tidak terima dipukul balas memukul, lalu Zoya yang juga tidak terima
dipukul balas memukul lagi hingga terjadilah aksi pukul memukul itu, sementara
yang lainnya hanya sebagai penonton.
………………………………………………………………………………………………………..
Setelah melakukan upacara semua
santri dibebaskan untuk beraktifitas apapun hari ini, alias libur. Setelah
mendapatkan pengumuman bahwa sekolah diliburkan, terdengar paduan suara dari
berbagai tempat.
ALHAMDULILLAH…..
“emang anak sholihah itu
rejekinya lancar ya, barokalloh.” Zoya melepas sarung tangan yang melekat di
tangannya setelah menjadi petugas upacara.
“Ke tempat biasa yuk.!” Ajak ku
pada teman-temanku. Mereka setuju dan bergegaslah kami menuju tempat biasa kami
mengobrol bersama, kumpul-kumpul sekedar ngomongin hal gak jelas, kadang kita
hanya berdiam diri disana, hanyut dalam pikiran masing-masing.
“Ada yang bawa quran gak?”
tanyaku pada teman-temanku. Zoya mengulurkan alquran nya padaku. Aku
menerimanya dan mulai mencari tempat yang sedikit sunyi. Tempat kumpul kami
adalah sebuah gubuk yang terletak dibelakang pondok. Salah satu tetangga yang
berbaik hati membuatnya untuk kami karena kami yang sering pergi kesana.
Mungkin karena prihatin kepada kami yang biasanya beralaskan koran.
Aku mengaji di atas pohon
tumbang dekat gubuk sementara yang lainnya berada di gubuk. Aku sayup-sayup
mendengar mereka yang membahas rencana mereka setelah lulus dari pondok
pesantren ini.aku tersenyum mendengarnya lalu fokus mengaji kembali,
mempersiapkan setoran untuk nanti sore.
ALLAHU AKBAR….ALLAHU AKBAR……
Suara azan zuhur berkumandang,
kami segera berkemas dan bersiap melakukan sholat berjamaah di masjid. Sholat
berjamaah di masjid diimami oleh kyai, lalu dilanjut dengan wiridan dan doa.
Lalu setelahnya kami bisa istirahat di kamar hingga waktu asar nanti.
……………………………………………………………………………………………………
KRIINNGGG……….
Suara bel membangunkan kami
dari pelayaran kami di dunia mimpi. Satu persatu anak mulai bangun, bergegas
mengambil air wudlu dan melaksanakan kewajibannya sebagai muslim. Diantara tiga
puluh anak yang berada dalam satu kamar, pasti ada juga anak yang sedikit
rewel.
“Fel, Feli, bangun dong…. Tinggal
kamu aja loh yang belum bangun. Lainnya udah pada bangun. Aduhhh ini anak susah
banget banguninnya. Feliiii….. ini udah mau komat pak kyai juga udah di masjid.
Kamu gak jamaah?” teriak Mumtaz sambil membangunkan Feli yang sulit untuk
dibangunkan.
Feli membuka matanya, dia mengerjapkan
matanya berkali-kali, lalu menyandarkan punggungnya ke tembok untuk
mengumpulkan kesadaran. Setelah cukup kesadarannya, melihat kamar yang sudah
kosong yang hanya menyisakan beberapa anak yang tidak sholat karena uzur.
Feli terburu-buru menyambar mukenahnya.
“kenapa kamu gak bangunin dari
tadi sih?” gerutuku pada Mumtaz yang berada di samping tempat tidurku.
“udah aku bangunin dari tadi
kali, tapi kamunya aja yang emang kebo susah dibangunin. Buruan berangkat deh
sebelum telat jamaahnya. Kebiasaan nih, susah dibangunin jadi…….” Feli sudah
tidak mendengarkan lagi gerutuan Mumtaz karena ia segera memakai mukenahnya dan
pergi ke masjid.
“Untung belum iqomah, jadi masih bisa santai dikit
nanti wudlunya. Semoga aja tempat wudlu belakang masjid udah sepi.” Ucap Feli dalam hati sambil kakinya melangkah
menuju masjid yang tidak terlalu jauh dari asrama.
Selesai sholat asar ada waktu
sekitar setengah jam untuk bersih diri seperti mandi, mencuci, dan lainnya. Setelah
itu dilanjutkan waktu tahfiz.
Sebelum bel berdering tanda
waktu tahfiz, Feli sudah duduk rapi sambil memegang alquran di tempat tahfiznya
yaitu depan masjid. Tidak jauh dari tempat Feli, sebuah sajadah sudah tergelar
rapi di belakang bangku kecil untuk ustazah. Teman-temannya sudah hafal
akan hal itu. Hingga teman-teman menjulukinya FESA atau Feli si sajadah. Karena
keistiqomahannya dalam menggelar sajadah untuk ustazah yang mengajar tahfiz
di kelompoknya.
Sebenarnya hal itu adalah hal
yang sangat sepele. Hal yang tidak akan berarti apa-apa. Tanpa adanya sajadah
pun ustazah masih bisa duduk. Tapi begitu lah Feli menjaga
keistiqomahannya. Begitu pun ketika waktu
selesai, segera ia merapikan kembali sajadahnya.
Karena ia pernah mendengar
sebuah ceramah dari seorang kyai yang membahas tentang keutamaan istiqomah.
” Dari Aisyah r.a. berkata : Nabi pernah ditanya :”Manakah
amal yang paling dicintai Allah? Beliau bersabda :”Yang dilakukan secara terus
menerus meskipun sedikit”. Beliau bersabda lagi :”Dan lakukanlah amal-amal itu,
sekadar kalian sanggup melakukannya.” (HR. Bukhari)
Setelah mendengar ceramah itu,
aku sedikit termotivasi untuk beramal dengan melakukan hal kecil namun
kuusahakan untuk beristiqomah. Mulai dari menyiapkan sajadah untuk tempat ustazah,
sholat berjamaah, dan hal-hal lain kecil lainnya.
Kembali ke tempatku mengaji. Ustazah
yang bertanggung jawab atas kelas hafalan quran ku sudah datang. Beliau memulai
mengaji seperti biasa, para santri mulai menempati tempat yang sudah ditentukan
untuk menjaga keistiqomahannya.
Saat tiba giliranku untuk maju
menyetorkan hafalanku, ustazah
tersenyum kepadaku. Beliau mengajakku berbincang sedikit.
“kamu bisa istiqomah ya,
padahal istiqomah itu susah loh” aku menatap ustazah dengan wajah
sedikit heran, bagaimana beliau bisa berkata seperti itu padaku. Padahal aku
juga tidak pernah menunjukkan pada siapapun terutama beliau.
“loh istiqomah apa ustazah, saya loh tidak paham.” Ucapku sedikit
menyangkal pernyataan beliau.
“ustazah sudah tahu kalau kamu yang biasanya menata
majlis ini kan?, kamu membuat saya kagum. Santri pondok ini memang yang terbaik
dari beberapa tempat saya mengajar. Kalau di tempat lain, saya datang itu
tempat masih berantakan. Bahkan, saya kadang membersihkannya sendiri sambil
menunggu anak-anak berkumpul.”
“loh beneran ustazah?”
sambung Wardah yang antri di belakangku. Kini ia sedikit mencondongkan tubuhnya
ke depan agar bisa bergabung dalam percakapanku dengan ustazah.
“iya,beneran. Makanya bagi
saya, kalian itu yang terbaik. Eitss…..tapi gak boleh berbangga diri dulu loh
ya.” Beberapa anak yang tadinya mengaji di berbagai titik juga sudah berkumpul
di sekeliling ustazah.
Ustazah dengan senang hati bercerita tentang
pengalaman-pengalamannya selama mondok sampai beliau mengajar. Hingga waktu
menunjukkan waktu maghrib. Dengan terpaksa kami harus memotong pembicaraan ini.
Karena kami harus sholat berjamaah.
Seusai sholat berjamaah kami
makan malam lalu dilanjut sholat isya. Selsai itu kami diberi waktu taqror atau belajar malam hingga pukul sepuluh malam.
Selesai belajar, kami
diharuskan untuk tidur, tapi bagi yang ingin mengaji ataupun belajar
dipebolehkan dengan syarat tidak boleh ada keramaian.
“Fel, aku liat-liat kamu itu
sering ngaji, tapi kamu gak pernah dalam jangka waktu lama. Palingan cuman dua
puluh menit doang terus udah. Tapi gak lama gitu ngaji lagi, bentar lagi. Emang
kamu bisa konsentrasi ya?” Wardah bertanya kepadaku dengan tangannya yang
mencoret-coret kertas kosong yang ada di depannya.
“cieee yang perhatian sama
Feli. Cuman Feli tok kok emang yang diperhatiin liyane mboten.”
Goda Zoya menggunakan sedikit campuran bahasa jawanya. Bahasa lahirnya.
“apaan sih syirik aja jadi
orang.” Sewot Wardah lalu berbalik memunggungi Zoya. Zoya hanya mendengus kecil
lalu kembali mengerjakan tugasnya yang belum selesai.
“ya, aku cuman ingin istiqomah
aja. Lebih baik sedikit tapi istiqomah dari pada banyak tapi kadang-kadang.”
Jawabku singkat.
“ya mungkin dengan istiqomah
ini, aku yang termasuk anak biasa ini bisa menjadi luar biasa dikemudian hari,
itu sih harapanku. Aku ingin bermanfaat bagi orang lain. Aku juga masih sering
malas, kadang gak ngaji, ngaji kalau inget doing. Ya kita disini kan sama-sama
belajar. Jadi ya ayo sama-sama kita berjuang bareng.”
“iya, aku juga mau belajar
istiqomah kayak kamu deh. Aku juga mau membuktikan suatu hari nanti bahwa kau
bisa berhasil.” Tekad Wardah dan juga Zoya yang entah sejak kapan duduk di
samping Wardah.
……………………………………………………………………………………………………..
Lima tahun kemudian….
Di sebuah majlis pengajian umum
yang dihadiri oleh banyak jamaah dan disorot oleh banyak channel televise
terkemuka, disinilah seorang penceramah wanita yang banyak dikagumi oleh
berbagai golongan. Mulai dari yang tua sampai yang muda.
Seorang wanita dalam balutan
gamis yang anggun, sedang memberi mauidhoh hasanah yang ditujukan pada
remaja-remaja yang ada di hadapannya. Mereka tampak antusias mendengarkan
ceramah dari wanita itu. Begitu pun dengan wanita yang mampu menghipnotis
mereka dengan kata-kata yang santun.
Setelah dua jam memberi
ceramah, ia menutupnya dengan bersholawat bersama. Beberapa remaja mendekat ke
arahnya lalu bersalaman secara bergantian.
“Feli.” Suara seseorang
menghentikan kegiatannya. Feli menoleh pada orang yang memanggilnya, orang itu
adalah Wardah. Sahabat yang selalu bersamanya selama ia mondok. Cukup lama Feli
terdiam. Sungguh kejadian tak terduga baginya dapat bertemu dengan sahabatnya
yang selama ini ia rindukan.
“Wardah kamu gimana kabarnya, subhanallah
kamu tambah cantk aja. Pangling aku.” Ucap Feli memeluk sahabatnya yang
sangat dirindukannya itu.
“Alhamdulillah, aku
baik-baik aja. Kamu gimana ceritanya kok bisa jadi kayak gini?”
“ ceritanya panjang.”
“mungkin ini balasan dari
keistiqomahanmu yang selama ini selalu kamu jaga.” Ucap Wardah.
“Alhamdulillah, kamu
ngapain kesini?”
“ya aku kan jadi guru disini. Waktu denger
penceramahnya itu perempuan, aku rasanya bangga. Terus waktu denger namanya
Feli, kok kayak kenal. Tapi ya aku gak ngira kalau itu kamu. Subhanallah aku
bangga sama kamu.”
“jangan terlalu memuji, nanti
jadi riya’. Udah ah ayo lanjut disana aja.” Mereka melanjutkan obrolan
mereka di taman yang ada di dekat situ. Mereka mengobrol untuk meluapkan rasa
rindu yang telah tersimpan dalam hati mereka masing-masing.
Mereka yang tekun bekerja tidak
akan pernah kecewa. Karena semua dapat tercapai dengan kegigihan dan kerja
keras
Komentar
Posting Komentar